Rabu, 27 Juli 2011

Indahnya Pelangi Ramadhan

By: sahabat baik

Pelangi pelangi
Alangkah indahmu
Merah kuning hijau
Dilangit yang biru
Pelukismu agung
siapa gerangan
Pelangi pelangi
ciptaan Tuhan.
 
Sebuah lagu yang sangat indah yang mungkin hampir dilupakan oleh anak-anak jaman sekarang, berkali kali saya menanyakan pada beberapa anak tapi tidak bisa menjawab siapa pengarang lagu ini, sungguh ironis. Lagu yang dikarang oleh AT Mahmud pada hakekatnya lagu itu  menggambarkan sebuah kekaguman akan ciptaan Allah yaitu pelangi.

Pelangi adalah sekumpulan warna yang terdiri dari Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu  atau disingkat MEJIKUHIBINIU. Subhanallah ternyata  sebuah karunia Allah yang nampak berbeda-beda ketika mereka menyatu menjadi sesuatu yang indah dipandang dan dihayati, bisa jadi ini mungkin yang mengilhami sang pengarang untuk menciptakan lagu tersebut untuk anak-anak.


Di Indonesia adalah hal yang lumrah bila seorang ustadz yang mengisi kajian tarhib Ramadhan atau kajian tentang Ramadhan jamaah selalu menanyakan tentang penentuan awal Ramadhan dan Syawal kenapa masing ormas dan pemerintah saling berbeda. Demikian prolognya Ustadz Syarwat ketika menjawab pertanyaan dari jamaah dalam acara Tarhib Ramadhan dimasjid PT AHM

Bahkan bukan hanya saat ini saja perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Syawal terjadi tapi dari semenjak Indonesia dijajah oleh Belanda pun perbedaan itu sudah ada. Hal ini terungkap melalui catatan seorang orientalis Belanda yang memang bertugas mengamati Islam di Indonesia yaitu Prof.DR Snouck Hurgronje.

Dibatavia sendiri kala itu pada tahun 1930-an orang betawi terbagi menjadi dua mazhab utama dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal, yaitu Habib Utsman bin Yahya, Mufti Betawi. Motornya, Guru Marzuki  Cipinang Muara dan Guru Majid Pekojan. Mazhab lainnya adalah mazhab guru Manshur Jembatan Lima. Orang-orang Betawi datang ke mereka untuk mengetahui hasil ngeker bulan atau rukyatul hilal. Demikian dua seri tulisan Rahmad Zailani Kiki, koordinator pendidikan dan pengkajian Jakarta Islamic Centre (JIC) dalam lembaran Dialaog Jum’at di Harian Republika Jum’at, 15 Juli dan 22 Juli 2011.

Saya tidak akan membahas tentang Fiqh penentuan awal Ramadhan dan Syawal karena saya bukan seorang mempunyai kapasitas untuk membahas hal tersebut. Tapi ingin mencoba mengajak ummat agar tidak perlu kebingungan dan pusing tujuh keliling memikirkan perbedaan ini. Perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Syawal ini adalah permasalahan kecil dari sekian banyak  problematika penting yang dihadapi oleh ummat Islam saat ini. Sesungguhnya perbedaan ini adalah ujian ummat sejauh mana ukhuwwah umat ini berjalan dan tidak bercerai berai menghadapi perbedaan.

Mari kita jadikan perbedaan ini sebagai pelangi, pelangi yang menghiasi indahnya bulan Ramadhan. Perbedaan yang muncul akan menjadi Rahmat Ilahi bila ditujukan dengan  keridhaan Allah semata, bukan karena kepentingan pribadi,golongan,mahzab maupun ormas dan dalam skala internasioanal bukan karena superioritas nasionalisme dan kebangsaan. Perlunya para memimpin umat untuk duduk bersama dengan membuang segala egoisme untuk menyamakan penentuan Awal Ramadhan dan Syawal, mengingat persatuan ummat islam adalah sesuatu yang wajib untuk diwujudkan.

Dan Katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At Taubah : 105). Wallahu a’lam bi shawwab.

Kartika Wanasari, 26 Juli 2011.

2 komentar:

  1. Salam Ramadhon dari saya di bumi barokah syam ini...Allahuyubarikk fikk

    BalasHapus
  2. Waalaikum salam, Salam kembali pak. Terima Kasih atas kunjungannya

    BalasHapus