Jumat, 08 Juli 2016

Sungkeman



Sungkeman adalah tradisi orang indonesia sebagai wujud pengabdian dan bakti pada orang yang lebih tua dengan meminta maaf dan mengakui segala kesalahannya, dan orang yang lebih tua memaafkan kesalahannya.

Sungkeman memang bukan tradisi islam namun saling memaafkan dan memuliakan orang tua adalah ajaran islam yang harus kita jalankan. Bermaafan memang tak harus menunggu hari lebaran namun momentum sungkeman lebaran adalah satu ikatan dari tradisi dalam memuliakan orang tua oleh sang anak.

Mereka rela berjam jam, bermacet macetan dijalan raya, jalan tol mengejar momentum itu. Hanya mereka yang merasakan betapa pentingnya momentum itu. Empati sang anak tak bisa dipisahkan oleh sekedar macet dijalan.

Orang tua akan haru dan mencucurkan air mata menerima simpuh dari sang anak. Kalimat orang tua kepada dan sebaliknya anak kepada orang tua bukanlah sebuah kalimat basa basi sekedar minal aidin walfaidin, tetapi bahasa yang diperhalus dan setiap kata katanya akan menyentuh kalbu sehingga wajar akan ada hujan air mata dari keduanya.

Terlebih satu diantara orang tua kita sudah tak ada, rasanya akan menyakitkan mereka bila kita tak datang hanya tuk sekedar bersungkeman meminta maaf.

Mereka akan menangis ada buah hatinya yang bertahun tahun dibesarkan tak datang. Mata mereka akan berkaca kaca mengingat sang anak yang ditunggunya belum tiba. Hati mereka akan ada yang terganjal menunggu kabar sang anak yang tak kunjung jua.

Mereka akan bersabar dan lebih dulu memaafkan sang anak walaupun dia belum tiba, namun akan bahagia bila kita hadir dihadapannya.

Cukuplah malin kundang itu hanya jadi mitos dan yang melegenda. Janganlah kita menjadikan malin kundang menjadi sebuah kenyataan hanya kita melupakan dan tak mau menemuinya.

Temuilah mereka bersimpuhlah padanya, mintalah maaf padanya,mintalah ridha kepadanya.

"Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi)

By : @sahabatbaik

Jumat, 01 Juli 2016

Sang Bapak dan Kentongan Bambu




"Tong.....tong.....tong.....trotong..tong.....tong...tong."

Suara pukulan kentongan yang terbuat dari bambu berbunyi menggema seantereo kampung, bahkan nyaris amplitudo suara dari kentongan yang berada dilembah kecil itu sepertinya sampai ke kaki gunung haruman di tengah malam yang sunyi pukul setengah tiga dini hari.

Kemudian berlanjut dengan suara bariton, dengan intonasi khas menggunakan bahasa sunda, melalui speaker musholla.

"gugah...gugah...,bapak..bapak,ibu ibu..geura garugah. Hayu sholat tahajud....,"

kalau di bulan ramadhan ada ucapan tambahan dikhususkan kepada ibu ibu, agar segera masak untuk persiapan sahur.

Suara rutin itu sudah terbiasa terdengar ditelinga penduduk kampung. Ketika suara itu tidak mengudara para warga kampung sudah memahami karena dua hal.

Lelaki tua yang membangunkan penduduk melalui kentongan dan speaker itu, bisa jadi dia sedang pergi kejakarta mengunjungi anak dan cucunya atau dia sedang sakit. Kabar ini biasa menyebar dari mulut kemulut ketika para penduduk saling bertemu dipersawahan atau di kebun.

Bila mendapatkan kabar sakit maka warga kampung silih berganti menjenguk lelaki tua itu.

Lelaki tua yang menghabiskan waktu pensiun dari pekerjaannya sebagai abdi negara, kini menghabiskan waktu tuanya dengan menjadi seorang petani dan menjadi seorang pengurus masjid.

Masjid kampung yang sebelumnya tidak terurus,bangunannya mulai rusak,managemen masjid amburadul dikelolanya secara amanah, sehingga masjid kampung menjadi makmur dengan renovasi bangunan yang bagus hingga menjadi kepercayaan para donatur dan kebanggaan warga kampung.

Suatu ketika sang bapak tujuh anak ini, menangis tak henti henti ketika dia sadar telah berada depan Kabah, melaksanakan umroh atas biaya urunan anak anaknya. Sesuatu yang dulu hanya dilihat gambarnya saja sebagai hiasan dinding dan hanya menontonnya televisi, kini bisa beritikaf di masjidil haram tanpa diberi tahu akan berangkat umroh. Sebuah kejutan yang terduga dari para anaknya.

Ramadhan setahun yang lalu 1436 H sang bapak yang usia melebih rasulullah, 70 tahun terbaring lemah ditempat tidurnya, menyakit tua semakin menggerogotinya.

Saat sakit masih terus teringat akan tugasnya membangunkan warga untuk qiamullail. Kadang menyuruh seorang anak yang mengurusnya, kadang juga sang istri untuk menggantikan memukul kentongan.

Tepat malam malam ganjil dibulan ramadhan malam yang diperkirakan turunnya lailatul qadhar, dalam sakitnya sang bapak, masih melaksanakan kewajiban sholat dipembaringannya, berdzikir bahkan masih membaca tadarusan qur an rutinnya.

Saat istirahat tidur, sesekali dia terbangun menanyakan jam kepada istri yang setia mendampingi dan juga kepada anaknya, sepertinya dia ingin memastikan apakah sudah jam tiga dini hari,sepertinya dia ingin melakukan kebiasaannya, sholat qiamullail dan mengajak serta membangunkan warga kampung untuk turut melaksanakan qiamulail.

Tepat jam tiga, sang anak yang menunggu bapaknya terjaga, tersadar sang bapak tidak lagi menanyakan jam. Tampak dia tertidur lelap,sesuatu yang tidak biasa.

Ketika istrinya membangunkannya, ternyata sang bapak telah lebih dulu dibangunkan dan ajak menghadap Rabbnya oleh Malaikat Izrail.

"Innalillahi Wa Innailahi Rojiun"

"Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam surga-Ku".


Malam itu 27 Ramadhan 1436 seperti biasa aku tak ingin melawati malam lailatul qadhar, itikaf ku ikuti walaupun tidak full berdiam diri dimasjid sepanjang hari karena pagi hingga sore harus bekerja mencari nafkah. Sementara libur idul fitri tinggal dua hari. Namun itu tak menyurutkan ku mengejar kemuliaan malam seribu bulan.

Untuk kekhusuan itikaf sengaja handphone aku nonaktiflan.
Malam itu itikaf kuhabiskan dengan berdzikir dengan membaca Al Quran sehingga aku terlelap ketiduran.

Saat pukul tiga lewat dini hari saat para peserta itikaf bersiap siap melaksanakan qiamullail, aku terjaga ketika seorang teman membangunkanku, sementara Al quran yang kubaca telah menutup wajahku.

"Akhi bangun, ada telpon dari istri antum, ditelepon ana karena ditelpon antum gak masuk -masuk" kata temanku.

"Ya telponnya ana non aktifkan, ada apa ya,...?, mana telponnya.."

Lalu kuraih telpon itu, terdengar suara yang tercekat dari istriku yang mengabarkan bahwa bapakku telah wafat, kabar itu baru saja disampaikan oleh keluargaku dari garut.

Seketika aku limbung, dengan tangis dan air mata yang berderai. Teman teman yang menyaksikanku mereka bertanya ada apa denganku. Ku beritahu bahwa bapakku telah wafat.

Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah keduanya itu sebagaimana beliau berdua merawatku ketika aku masih kecil, begitu juga kepada seluruh kaum muslimin dan muslimat, semua orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, dan ikutkanlah diantara kami dan mereka dengan kebaikan. Ya Allah, berilah ampun dan belas kasihanilah karena Engkaulah Tuhan yang lebih berbelas kasih dan tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Mu.

Mengenang satu tahun wafatnya ayahanda kami, Oman bin Sukatma, 27 Ramadhan 1436 H.

By : @sahabatbaik

Masjid Ramah anak



Itikaf di Masjid Miftahul Jannah Villa Mutiara Cibitung, masjid yang ramah anak, sehingga anak anak betah gak pulang kerumah dan setiap hari ikut mabit.

DKM nya pun gak pernah galak sama anak anak dan merekapun bebas bermain dimasjid. Sesuatu yang langka saat sekarang ada anak betah bermain dimasjid.

Kelak ini akan membawa kenangan tersendiri buat sianak ketika mereka dewasa.

Banyak sebagian DKM masjid yang merasa alergi dengan keberadaan anak anak dimasjid, bahkan ada petugas khusus untuk memarahi anak anak.

Ingat pesan Pesan Sultan Muhammad Al Fatih (Penakluk Constantinople):

.... " Jika suatu saat masa kelak kamu TIDAK lagi mendengar bunyi bising dan gelak tertawa anak-anak riang di antara shaf-shaf Shalat di masjid-masjid, maka sesungguhnya takutlah kalian akan kejatuhan Generasi muda kalian di masa itu " ...

Saudara/i ku ...
Silahkan perhatikan Masjid di kawasan kalian, Sunyi atau masih ramaikah dengan celoteh dan canda khas anak-anak atau sudah terasing dari masjid dengan khusuk di depan TV Game dan Gadget.

Jangan Pernah larang anak-anak untuk pergi ke Masjid dengan alasan ribut dan mengganggu " Kekhusyuan" shalat.

Karena ketika hilang suara-suara kecil mereka yg khas di Masjid-masjid kita...

Itulah Tanda Keruntuhan dan Jatuhnya Generasi Mendatang..

By : @sahabatbaik