Selasa, 18 Oktober 2011

Cerita Malin Kundang di Era Reformasi.



By: sahabatbaik

Dalam Sebuah wawancara di acara infotainment  Ustadz Solmet (Sholeh Mahmud) mencucurkan air mata  ketika digosipkan membeli sebuah rumah mewah seharga puluhan juta rupiah. Dia membenarkan telah membeli  sebuah rumah yang memang akan diberikan kepada kedua orang tuanya sebagai wujud dari rasa terimakasih kepada keduanya yang selama ini telah melahirkan,merawat dan mendidiknya.  Di Lain Waktu pada acara yang sama,  Ibu dari Ayu Ting-Ting seorang artis yang sedang naik daun, dengan mata yang berkaca-kaca dan diselingi isak tangis mengungkapkan rasa senangnya ketika sang anak memiliki keinginan kuat untuk membahagiakan orang tuanya dengan membelikan sebuah mobil dan merencanakan untuk pergi haji.


Alangkah bahagianya orang tua manakala sang anak memiliki keinginan kuat untuk membahagiakan orang tua Ketika kondisi ekonomi dan karir si anak sedang meningkat. Kebahagiaan adalah sesuatu yang abstrak dan  hanya bisa dirasakan oleh suasana batin seseorang Karena itu tidak selamanya kebahagiaan diukur dengan materi.  Masing-masing orang tua dan anak memiliki cara sendiri-sendiri  untuk  dibahagiakan dan membahagiakannya.
Kalaulah dulu dalam cerita rakyat sebagaimana kita ketahui ending dari kisah Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu karena durhaka akibat  tidak mau mengakui orang tuanya. Mungkin lain cerita ketika di era reformasi Malin Kundang menjadi anak yang berbakti kepada orang tua seperti ending cerita dibawa ini.

Ketika melihat seorang wanita tua yang sedang duduk diteras rumah seperti sedang menunggu seseorang, segera pula lelaki yang tampan dan gagah itu keluar dari kendaraannya diiringi oleh seorang wanita dan dua anak laki-laki kecil dengan wajah kembar identik.
Rasanya tak kuat lagi kerinduan dari sang laki-laki itu untuk segera bersimpuh dan memeluk sang ibu tercinta, “Ibuuuuu......”  teriaknya tanpa sadar ada dalam perhatian sang istri dan anak-anaknya.  Wanita tua tua yang duduk dalam teras rumah itupun terkaget mendengar  teriakan dari  suara yang sangat dihapalnya  walaupun  bertahun-tahun telah pergi merantau ke sebuah negeri di eropa dan hanya berbagi cerita melalui facebook serta  alat komunikasi lainnya.  

Terkesima wajah sang ibu ketika  melihat anak tercintainya yang telah sukses menjadi pengusaha diluar negeri dan pulang ke tanah air untuk menemui ibunya.   Dengan segenap rasa cinta dan kasih sayangnya dia panggil sang anak “Maliiiiin....anakku”.  Sambil ber cucuran air mata sang ibu meremas-remas kepala anak yang dicintainya, sementara sang anak yang bersimpuh dikaki sang ibu tak kuasa menahan tangisnya karena rindu kepada sang ibu. 

Tak jauh dari mereka nampak Aisha seorang wanita dengan wajah cantik karena percampuran dari seorang ayah warga Jerman dan  ibu dari Turki. Tak kuasa pula dia menahan air mata dibalik jilbab dan cadar yang dia kenakan ketika menyaksikan sang suami bertemu dengan Ibunda  yang sering diceritakannya.  Sementara dua anak laki-laki kembar berumur tiga tahun dan berambut keriting serta berwajah indo agak mirip sang ayah, dengan wajah polos mereka menyaksikan adegan tersebut sambil berpegangan pada kedua kaki sang ibu. Sesekali mereka berkata lugu “Mommy...what  happen?...,Daddy.     

( Cerita ini dibuat ketika mengikuti workshop penulisan fiksi Asma Nadia, Masing-masing peserta ditugaskan untuk membuat ending cerita malin kundang menurut versinya sendiri)

Wallahu a’lam

Kartika Wanasari, 17 Oktober 2011,

1 komentar:

  1. Jika tulisan tsb sudah bisa membawa pikiran pembaca dan hanyut dalam susunan kata penulis,menandakan sudah berkwalitas.Lanjutkan !

    BalasHapus