Minggu, 15 Juli 2012

Muslim Rohingya, Ukhuwwah yang Terlupakan



By: sahabat baik

HAM yang sejatinya adalah sebuah hak asasi semua ummat manusia tanpa memandang etnis,ras,suku,negara,gender dan agama, pada kenyataannya menjadi alat penekan kepada negara muslim yang apabila mereka dianggap sebagai pelaku pelanggaran HAM. Namun itu tidak berlaku manakala ummat Islam yang menjadi korban dari pelanggaran HAM. Muslim Rohingya,Myanmar Ada salah satu bukti bahwa Ummat Islam bukanlah obyek dari HAM dunia yang selalu digembar gemborkan oleh para aktivisnya.

Republika dalam rubrik Terajunya (Rabu, 4 Juli 2012) memaparkan sebuah drama genosida/pembantaian terlama dalam sejarah ummat manusia. Muslim Rohingya telah menjadi obyek pembantaian yang abadi dari semenjak 60 tahun Myanmar terlepas dari penjajahan Inggris hingga hari ini. Sebuah usaha sistematis yang dilakukan oleh rezim militer yang berkuasa di negara itu.

Dalam Menjalankan misinya melakukan pembersihan Muslim dari Rakhine dari Arakan sebuah sebuah negara bagian di negara tersebut, pihak junta militer membenturkan muslim Rohingya dengan etnis Rakhine yang beragama Budha untuk menyerang desa-desa, membantai penduduk dan membakar rumah-rumah mereka. Sehingga terlihat para Polisi dan militer tidak berusaha untuk mencegah hal tersebut. Media massa Myanmarpun ikut memanaskan suasana dengan mempropagandakan muslim Rohinngya sebagai teroris yang harus dibersihkan dari Arakan.


Pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung dan penolong bagai warganya justru enggan memberikan jaminan bagi petugas PBB untuk membagikan makanan kepada para pengungsi. Akhirnya Muslim Rohingya banyak yang melarikan diri ke Bangladesh namun bukan pertolongan yang mereka dapatkan malah sebaliknya mereka diusir oleh pihak yang berwenang Bangladesh karena dianggap ilegal. Penolakan bangladesh terhadap muslim Rohingya lebih bermotif ekonomi karena bangladesh terlalu miskin untuk memberi makan kepada ratusan ribu pendatang baru Myanmar.

Aung San Suu kyi, Tokoh gerakan demokrasi Myanmar yang dipuja aktivis dunia termasuk di Indonesia serta telah mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian 1991, Hanya diam membisu dengan terjadinya pembantaian Muslim Rohingya oleh penguasa dan ekstremis Rakhine.

Tokoh Demokrasi itu menghadapi dilema ketika akan membela Muslim Rohingya karena dia tidak ingin kehilangan dukungan dalam pemilu untuk mendapatkan kursi di parlemen dari semua etnis minoritas di Myanmar,Kachin,Rakhine dan sebagian besar etnis mayoritas burma. Suu Kyi pemenang Nobel Perdamaian 1991,  tidak melakukan tindakan apapun untuk menghentikan kekerasan di negaranya. Ia lebih suka menikmati tur  ke Eropa, seperti selebritis yang berbulan madu.

Kampanye pengingkaran Muslim Rohingya yang sangat masif, berlangsung dari para pemimpin pendahulu Myanmar  sebagai bagian dari politik xenopobia dan Burmanisasi sukses menanamkan kebencian terhadap Muslim Rohingya di belakang kepala setiap anak-anak Myanmar yang baru lahir.  Dalam situasi seperti ini sangat tidak mungkin bagi Aung San Suu Kyi yang relatif berjuang untuk menegakkan politik dinasti menyelamatkan Muslim Rohingya.

Adalah tidak keliru jika Medicines san Frontiers, sebuah LSM kesehatan asal Prancis, menempatkan Muslim Myanmar sebagai salah satu dari 10 etnis minoritas di dunia yang berada dalam bahaya kepunahan.

Ummat pun tidak tinggal diam, Ulama-ulama di Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Dunia) mengecam keras pembunuhan massal terhadap Muslim Rohingya, Myanmar. Rabithah juga meminta pemerintah Muslim dan lembaga-lembaga Islam untuk secepatnya memberikan pertolongan kepada Muslim di Myanmar yang telah menderita sejak lima belas tahun lalu itu.

Sekretaris Jenderal Ikhwanul Muslimin Dr. Mahmud Husain menyatakan, saat ini Ikhwanul Muslimin sedang bersedih. Namun, kesedihan itu tidak terkait dengan pilpres yang telah dimenangkan Ikhwan.

”Hati kami merasa amat sedih dengan kabar pembantaian yang menimpa umat Islam di Myanmar, api yang membakar rumah-rumah mereka serta politik pengusiran bagi umat Islam yang masih berada di sana," kata Mahmud Husain.

Ikhwanul Muslimin juga menyerukan negara-negara yang memiliki pengaruh terhadap Myanmar, PBB, OKI, Liga Arab, lembaga HAM di seluruh dunia dan umat Islam agar bergerak bersama untuk menjaga kehidupan dan hak milik umat Islam Myanmar, demikian lansir Ikhwan Online, Kamis (28/6).

Didalam negeri sendiri, ACT (Aksi Cepat Tanggap) sebuah NGO yang bergerak dalam bantuan kemanusiaan sesuai dengan nama telah bergerak dengan cepat membantu Muslim Rohingya. Tepat pada  Jum’at, 6 Juli 2012.  Ketua Baznas KH Didin Hafiduddin memimpin jamaah shalat Jumat doa pelepasan bagi tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang akan berangkat mengirim bantuan bagi pengungsi Rohingya, Myanmar.

Bagi mereka yang ingin berpartisipasi memberikan bantuan untuk Muslim Rohingya, Myanmar bisa mendonasikan pada rekening ACT.

Rekening Donasi Rohingya dan Syria

BSM# 101 0005557
Mandiri # 128 000 4723 620
BCA # 676 0300 860
An. Aksi Cepat Tanggap

SAVE PALESTINE, SAVE MOESLIM ROHINGYA, SAVE MUSLIM IN THE WORLD.

Wallahu a’lam bishawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar