By: sahabat baik
HAM yang sejatinya adalah sebuah hak asasi semua ummat
manusia tanpa memandang etnis,ras,suku,negara,gender dan agama, pada
kenyataannya menjadi alat penekan kepada negara muslim yang apabila mereka
dianggap sebagai pelaku pelanggaran HAM. Namun itu tidak berlaku manakala ummat
Islam yang menjadi korban dari pelanggaran HAM. Muslim Rohingya,Myanmar Ada
salah satu bukti bahwa Ummat Islam bukanlah obyek dari HAM dunia yang selalu
digembar gemborkan oleh para aktivisnya.
Republika dalam rubrik Terajunya (Rabu, 4 Juli 2012)
memaparkan sebuah drama genosida/pembantaian terlama dalam sejarah ummat
manusia. Muslim Rohingya telah menjadi obyek pembantaian yang abadi dari
semenjak 60 tahun Myanmar terlepas dari penjajahan Inggris hingga hari ini.
Sebuah usaha sistematis yang dilakukan oleh rezim militer yang berkuasa di
negara itu.
Dalam Menjalankan misinya melakukan pembersihan Muslim dari
Rakhine dari Arakan sebuah sebuah negara bagian di negara tersebut, pihak junta
militer membenturkan muslim Rohingya dengan etnis Rakhine yang beragama Budha
untuk menyerang desa-desa, membantai penduduk dan membakar rumah-rumah mereka.
Sehingga terlihat para Polisi dan militer tidak berusaha untuk mencegah hal
tersebut. Media massa Myanmarpun ikut memanaskan suasana dengan
mempropagandakan muslim Rohinngya sebagai teroris yang harus dibersihkan dari
Arakan.
Pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung dan penolong
bagai warganya justru enggan memberikan jaminan bagi petugas PBB untuk
membagikan makanan kepada para pengungsi. Akhirnya Muslim Rohingya banyak yang
melarikan diri ke Bangladesh namun bukan pertolongan yang mereka dapatkan malah
sebaliknya mereka diusir oleh pihak yang berwenang Bangladesh karena dianggap
ilegal. Penolakan bangladesh terhadap muslim Rohingya lebih bermotif ekonomi
karena bangladesh terlalu miskin untuk memberi makan kepada ratusan ribu
pendatang baru Myanmar.
Aung San Suu kyi, Tokoh gerakan demokrasi Myanmar yang
dipuja aktivis dunia termasuk di Indonesia serta telah mendapatkan hadiah Nobel
Perdamaian 1991, Hanya diam membisu dengan terjadinya pembantaian Muslim
Rohingya oleh penguasa dan ekstremis Rakhine.
Tokoh Demokrasi itu menghadapi dilema ketika akan membela
Muslim Rohingya karena dia tidak ingin kehilangan dukungan dalam pemilu untuk
mendapatkan kursi di parlemen dari semua etnis minoritas di
Myanmar,Kachin,Rakhine dan sebagian besar etnis mayoritas burma. Suu Kyi
pemenang Nobel Perdamaian 1991, tidak
melakukan tindakan apapun untuk menghentikan kekerasan di negaranya. Ia lebih
suka menikmati tur ke Eropa, seperti
selebritis yang berbulan madu.
Kampanye pengingkaran Muslim Rohingya yang sangat masif,
berlangsung dari para pemimpin pendahulu Myanmar sebagai bagian dari politik xenopobia dan
Burmanisasi sukses menanamkan kebencian terhadap Muslim Rohingya di belakang
kepala setiap anak-anak Myanmar yang baru lahir. Dalam situasi seperti ini sangat tidak
mungkin bagi Aung San Suu Kyi yang relatif berjuang untuk menegakkan politik
dinasti menyelamatkan Muslim Rohingya.
Adalah tidak keliru jika Medicines san Frontiers, sebuah LSM
kesehatan asal Prancis, menempatkan Muslim Myanmar sebagai salah satu dari 10
etnis minoritas di dunia yang berada dalam bahaya kepunahan.
Ummat pun tidak tinggal diam, Ulama-ulama di Rabithah Alam
Islami (Liga Muslim Dunia) mengecam keras pembunuhan massal terhadap Muslim
Rohingya, Myanmar. Rabithah juga meminta pemerintah Muslim dan lembaga-lembaga
Islam untuk secepatnya memberikan pertolongan kepada Muslim di Myanmar yang
telah menderita sejak lima belas tahun lalu itu.
Sekretaris Jenderal Ikhwanul Muslimin Dr. Mahmud Husain
menyatakan, saat ini Ikhwanul Muslimin sedang bersedih. Namun, kesedihan itu
tidak terkait dengan pilpres yang telah dimenangkan Ikhwan.
”Hati kami merasa amat sedih dengan kabar pembantaian yang
menimpa umat Islam di Myanmar, api yang membakar rumah-rumah mereka serta politik
pengusiran bagi umat Islam yang masih berada di sana," kata Mahmud Husain.
Ikhwanul Muslimin juga menyerukan negara-negara yang
memiliki pengaruh terhadap Myanmar, PBB, OKI, Liga Arab, lembaga HAM di seluruh
dunia dan umat Islam agar bergerak bersama untuk menjaga kehidupan dan hak
milik umat Islam Myanmar, demikian lansir Ikhwan Online, Kamis (28/6).
Didalam negeri sendiri, ACT (Aksi Cepat Tanggap) sebuah NGO
yang bergerak dalam bantuan kemanusiaan sesuai dengan nama telah bergerak
dengan cepat membantu Muslim Rohingya. Tepat pada Jum’at, 6 Juli 2012. Ketua Baznas KH Didin Hafiduddin memimpin
jamaah shalat Jumat doa pelepasan bagi tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang akan
berangkat mengirim bantuan bagi pengungsi Rohingya, Myanmar.
Bagi mereka yang ingin berpartisipasi memberikan bantuan
untuk Muslim Rohingya, Myanmar bisa mendonasikan pada rekening ACT.
Rekening Donasi Rohingya dan Syria
BSM# 101 0005557
Mandiri # 128 000 4723 620
BCA # 676 0300 860
An. Aksi Cepat Tanggap
SAVE PALESTINE, SAVE MOESLIM ROHINGYA, SAVE MUSLIM IN THE
WORLD.
Wallahu a’lam bishawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar