Senin, 18 Juni 2012

Menjadi Pelanduk Di Tengah Perang Opini


By: sahabatbaik

Hiruk pikuk pilgub DKI jakarta , black campign mau pun opini terbalik terhadap lawan politik sebuah ‘kewajaran” yang sering terjadi dalam pergulatan politik di Indonesia. Hal ini  bukan hanya dalam pilkada saja tetapi hampir dalam setiap momen selalu  terjadi perang opini. Yang masih hangat adalah perang opini  konser Lady Gaga dan jaringan Islam Liberal dengan  FPI juga Indonesia tanpa JIL.

Bukan hal yang aneh terjadinya perang opini  di alam demokrasi. Opini publik menjadi salah satu institusi terpenting di alam demokrasi. Dan opini publik sangat ditentukan oleh media.  Media juga bisa berperan sebagai alat kontrol sosial untuk terciptanya proses demokratisasi. 
Sehingga  media  sering di sebut sebagai pilar ke empat dari demokrasi.


Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, kini media menjadi sebuah industrialisasi yang memerlukan para pemilik modal dalam usahanya. Inilah yang menjadi ironi dari sebuah demokratisasi ketika pemilik modal dari sebuah media bertemu dengan sebuah kepentingan, baik kepentingan orang lain maupun kepentingan sipemilik modal maka media kini tidak tampil dalam wajah yang independen tapi menjadi sebuah media partisan.

Media menjadi sebuah lembaga yang partisan untuk kelompok pemilik modal, kelompok politik tertentu atau menjadi kepentingan politik sipemilik modal ketika pemilik media itu terlibat langsung dalam partai politik.

saat ini disalah satu stasiun  TV mungkin kita sudah terlalu sering melihat sebuah iklan politik oleh pemilik televisi  yang mengisahkan dirinya seorang pengusaha yang ingin terjut ke dunia politik dengan alasan ingin memperbaiki bangsa dan negara, sebuah keinginan yang sangat mulia. Dengan iklan yang berulang ulang nampaklah sebuah opini publik yang dibangun oleh si pengusaha tersebut secara langsung  sehingga dibawah alam sadar pemirsa akan terbentuk bahwa si pengusaha dan sebuah partai baru yang menjadi kendaraanya adalah sebuah sebuah partai yang akan membawa perubahan menuju Indonesia baru padahal belum teruji dan mereka bukanlah politikus yang baru tetapi para pemain politik lama.

Satu media memberikan kasus lumpur lapindo berulang-ulang dan menjadi tema utama di lain pihak media lain memberitakan penangkapan KPK dalam kasus suap perpajakan yang didalamnya ada seorang karyawan Bhakti Investama yang merupakan perusahan dari pemilik sebuah group televisi.  Jadilah masyarakat bagai pelanduk di tengah gajah  media televisi besar yang berperang opini.

Masyarakat sebagai konsumen media dituntut untuk cerdas ketika menyikapi sebuah berita dengan menggali sumber berita dari berbagai media atau masyarakat itu sendiri yang memberitakan sebuah kabar yang terjadi sesuai fakta dan data yang terjadi melalui Facebook, Twitter,blogging, Kommpasiana dan sosial media lainnya  sehingga berkembang menjadi sebuah Jurnalisme  masyarakat.. 

Citizen Journalism (Jurnalisme Masyarakat) sebuah gerakan masyarakat yang sadar akan berita yang tidak seimbang atau tidak independen dalam menyampaikan berita ketika dunia pers di Indonesia mulai luntur keberpihakannya kepada masyarakat akibat lebih cendrung berpihak kepada korporasi yang menaungi sebuah media tersebut.

Maka jadilah kita pembaca yang cerdas atau menjadi ‘wartawan” untuk diri kita sendiri atau jurnalisme masyarakat sebagai jurnalisme tandingan  ( Counter journalism) dengan belajar menulis dan menulislah di berbagai media didunia maya.

Kartika Wanasari, 16 Juni 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar