By: sahabatbaik
Hiruk pikuk pilgub DKI jakarta
, black campign mau pun opini terbalik terhadap lawan politik sebuah
‘kewajaran” yang sering terjadi dalam pergulatan politik di Indonesia. Hal
ini bukan hanya dalam pilkada saja
tetapi hampir dalam setiap momen selalu
terjadi perang opini. Yang masih hangat adalah perang opini konser Lady Gaga dan jaringan Islam Liberal
dengan FPI juga Indonesia tanpa JIL.
Bukan hal yang aneh terjadinya perang opini di alam demokrasi. Opini publik menjadi salah
satu institusi terpenting di alam demokrasi. Dan opini publik sangat ditentukan
oleh media. Media juga bisa berperan
sebagai alat kontrol sosial untuk terciptanya proses demokratisasi.
Sehingga media
sering di sebut sebagai pilar ke empat dari demokrasi.
Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, kini media
menjadi sebuah industrialisasi yang memerlukan para pemilik modal dalam
usahanya. Inilah yang menjadi ironi dari sebuah demokratisasi ketika pemilik
modal dari sebuah media bertemu dengan sebuah kepentingan, baik kepentingan
orang lain maupun kepentingan sipemilik modal maka media kini tidak tampil
dalam wajah yang independen tapi menjadi sebuah media partisan.
Media menjadi sebuah lembaga yang partisan untuk kelompok
pemilik modal, kelompok politik tertentu atau menjadi kepentingan politik
sipemilik modal ketika pemilik media itu terlibat langsung dalam partai
politik.
saat ini disalah satu stasiun TV mungkin kita sudah terlalu sering melihat
sebuah iklan politik oleh pemilik televisi
yang mengisahkan dirinya seorang pengusaha yang ingin terjut ke dunia
politik dengan alasan ingin memperbaiki bangsa dan negara, sebuah keinginan
yang sangat mulia. Dengan iklan yang berulang ulang nampaklah sebuah opini
publik yang dibangun oleh si pengusaha tersebut secara langsung sehingga dibawah alam sadar pemirsa akan
terbentuk bahwa si pengusaha dan sebuah partai baru yang menjadi kendaraanya
adalah sebuah sebuah partai yang akan membawa perubahan menuju Indonesia
baru padahal belum teruji dan mereka bukanlah politikus yang baru tetapi para
pemain politik lama.
Satu media memberikan kasus lumpur lapindo berulang-ulang
dan menjadi tema utama di lain pihak media lain memberitakan penangkapan KPK
dalam kasus suap perpajakan yang didalamnya ada seorang karyawan Bhakti
Investama yang merupakan perusahan dari pemilik sebuah group televisi. Jadilah masyarakat bagai pelanduk di tengah
gajah media televisi besar yang
berperang opini.
Masyarakat sebagai konsumen media dituntut untuk cerdas
ketika menyikapi sebuah berita dengan menggali sumber berita dari berbagai
media atau masyarakat itu sendiri yang memberitakan sebuah kabar yang terjadi
sesuai fakta dan data yang terjadi melalui Facebook, Twitter,blogging, Kommpasiana
dan sosial media lainnya sehingga
berkembang menjadi sebuah Jurnalisme
masyarakat..
Citizen Journalism (Jurnalisme Masyarakat) sebuah gerakan
masyarakat yang sadar akan berita yang tidak seimbang atau tidak independen
dalam menyampaikan berita ketika dunia pers di Indonesia
mulai luntur keberpihakannya kepada masyarakat akibat lebih cendrung berpihak
kepada korporasi yang menaungi sebuah media tersebut.
Maka jadilah kita pembaca yang cerdas atau menjadi
‘wartawan” untuk diri kita sendiri atau jurnalisme masyarakat sebagai
jurnalisme tandingan ( Counter
journalism) dengan belajar menulis dan menulislah di berbagai media didunia
maya.
Kartika Wanasari, 16 Juni 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar