By: sahabat baik
Sepasang matanya berkaca-kaca
ketika membaca sepucuk surat berwarna hijau muda
dengan tulisan yang terukir indah namun deretan kalimat dalam surat
itu tak seindah tulisan dan warna kertas.Rasanya enggan untuk membaca kembali surat itu cukup sekali membaca sudah bisa dicerna maksud
dari surat
tersebut.Kembali dirinya menerawang menatap kosong langit-langit kamarnya.
Gadis itu tinggi semampai dengan rambut sebahu.Usianya
satu setengah tahun lebih muda dari dirinya. Jarak rumah mereka tidak begitu jauh sehingga wajar kalau
mereka saling mengenal bahkan mereka bersekolah ditempat yang sama namun
berbeda angkatan. kelas dua dan kelas tiga sebuah SMU.
Ketika itu hari-hari seperti terasa indah bersahabat dengan seorang gadis yang
selalu ceria. Hampir semua eskul disekolah mereka ikuti. Persahabatan mereka laksana
kumbang dan bunga yang saling membutuhkan.
Namun hari itu semua masa lalu yang telah terkubur kembali dan terkoyak
oleh selembar kertas hijau muda. Ada
rasa menyesal mengapa cinta itu hadir diujung kehidupan sebuah persahabatan
salahkah dengan perasaan yang tidak
pernah diungkap selama sekian tahun.
.................
.
“Hai Din, kamu ini sarjana dari universitas yang hebat di Bandung kok mau-maunya mengajar disekolah
SD terpencil, jadi beginilah akibat
wajar saja gadis kota itu menolak cintamu” Agus seorang sahabat setia
yang selalu menjadi teman curhat mencoba untuk membantu kesulitannya .
“sudahlah din kau lupakan saja gadismu itu lagian mana ada orang kota mau
berdiam dikampung pinggir gunung ini” Sapa Agus kembali kepada Mahfudin yang matanya masih berkaca-kaca setelah
membaca surat yang kini diremas remasnya
Setahun lebih sudah Mahfudin mengabdi di sebuah sekolah dasar yang terpencil sebuah sekolah yang hampir
mirip tempat peternakan ayam dikaki Gunung Kancil sebuah daerah di Cibatu
kabupaten Garut Jawa Barat, yang hanya
bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari tempat dia tinggal yang berada di kota
kecamatan.
Dipikir ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh sahabat setianya agus,
Sudah hampir setahun semenjak di wisuda lalu dia pulang kekampung halaman.
Dengan bekal idealismenya ingin membangun kampung halaman dari ilmu yang di
dapatnya di tempat belajar.
...........
Pagi itu dia telah melupakan goresan
pena dalam surat penolakan cinta yang sangat menusuk lubuk hatinya. Cinta yang
dia pendam bertahun-tahun, cinta yang di ukir indah akhirnya kandas dalam
selembar kertas.
Ditatapnya sang murid yang datang dengan
baju putih yang tak layak disebut putih dengan celana seragam merah yang
tak lagi merah. Mungkin orang yang baru melihat akan merasa heran dengan
kondisi sang murid karena seperti tidak pantas untuk berangkat sekolah. Pakaian
seragam yang lusuh tanpa sepatu hanya mengenakan sendal, hanya dua buku yang
dia bawa di dalam keranjang beserta pisau arit untuk menyabit rumput.
“Punten pak guru, saya disuruh abah ngarit setelah pulang sekolah” jawab Somad.
sang murid yang seakan akan mengerti dengan keheranan Pak Mahfudin guru yang
dihormatinya. “ Ya gak apa apa silahkan masuk tapi keranjangnya disimpan saja
diluar”jawab pak guru dengan lembut. Ada rasa haru dihatinya dengan semangat
belajar murid muridnya ditengah desakan ekonomi dan tuntutan pekerjaan yang
dibebankan oleh orang tua mereka tapi mereka masih menyempatkan diri untuk
sekolah menimbah ilmu.
Namun hal itu tidak berlaku ketika musim panen tiba. Dia pernah merasakan
ketika tidak ada satupun murid yang datang kesekolah walau telah ditunggu
sampai waktu siang tiba, hal ini berlangsung sampai beberapa hari. Penasaran
akan hal itu maka ia pun mencoba untuk mencari tahu permasalahannya karena hal
ini akan mengganggu proses belajar mengajar. Ternyata murid-murid yang di
tunggunya sedang membantu orang tua mereka menjadi buruh tani memanen padi di
sawah orang-orang yang membutuhkan tenaganya.
Teng....teng....teng.....bel dari potongan besi mengeluarkan suara karena
pukulan mengingat guru dan murid tanda awal belajar dimulai pagi itu. Kini
Mahfudin menyiapkan diri untuk mengajar para murid calon generasi penerus
negeri ini. Di tatapnya para murid yang mempunyai semangat belajar begitu
tinggi, rasa cinta kini ia salurkannya
kepada anak-anak kampung yang mempunyai semangat untuk menuntut ilmu.
Cinta, jodoh dan kematian adalah kehendak yang kuasa, dipasrahkan semua
kepada-Nya.
Kartika Wanasari, 14 Mei 2012
.
SUBHANALLOH..keren !...
BalasHapusTerima kasih bang, karya perdana. True story temen saya dulu di Garut
BalasHapusSUBHANALLOH..keren !...
BalasHapusDitunggu continuednya B4ng . . .
BalasHapus