Rabu, 18 April 2012

Bbm,Rokok dan Kemiskinan



By: sahabatbaik

Bagi sebagian besar orang rokok saat ini sudah menjadi kebutuhan primer yang tidak dapat di tunda. apabila keinginan itu tiba, Kadang orang memaksakan diri  dengan berbagai cara agar bisa merokok. Manusia sepertinya sudah diperbudak dan menuhankan rokok, sebagaimana kecemasan seorang pujangga sastra Taufik Ismail sehingga beliau menciptakan sebuah sebuah sajak “Tuhan sembilan senti”.

Melihat dari bahaya merokok ditinjau dari segi kesehatan dan kekhawatiran sebagian orang akan rokok yang telah  menjadi berhala kenikmatan sesaat  seperti yang di wakili oleh seorang penyair taufik ismail. Hal itu semua menjadi sirna ketika merokok ditinjau dari sisi ekonomi yang sangat menuntungkan negara walaupun biaya kesehatan yang ditanggung oleh negara tidak sebanding dengan penerimaan cukai rokok.

Target penerimaan APBN dari cukai rokok begitu fantastis adalah sebesar 79 Trilyun. Apa jadinya ketika target ini tidak tercapai,  mungkin subsidi bbm akan di pangkas habis. Lalu apakah kita akan anjurkan orang untuk merokok agar bbm terus bersubsidi.?


Uang yang beredar dikalangan industri rokok pun sangat fantastis. Diperkirakan para perokok di indonesia terus tumbuh sehingga target produksi rokok nasional pun ikut terkerek naik sesuai hukum pasar. Maka diperkirakan target produksi rokok nasional lebih dari 300 milyar batang..!  Kalau kita asumsikan harga rata-rata paling murah 500 rupiah/batang , maka uang yang dibakar setahun adalah 150 trilyun..!. Andaikan negara ini bisa memberlakukan larangan atau kontrol ketat kepada para perokok atau ada usaha yang kuat untuk mencegah orang untuk berhenti merokok. Niscaya puluhan milyar uang bisa dihemat untuk tidak dibakar dan uangnya disumbang untuk subsidi bbm, maka selesai sudah persoalan kenaikan BBM.

Yang sangat ironis adalah kenaikan perokok paling tinggi di negara kita justru berada pada strata usia muda, anak-anak,para remaja bahkan wanita juga menjadi perokok pemula. Padahal dahsyatnya efek dari merokok dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dan sudah barang tentu akan menguras dana kesehatan masyarakat dan juga pemerintah. Kerugian yang diakibatkan oleh rokok diperkiraan 300 Trilyun, ini jelas tidak sebanding dengan mengejar target APBN dari rokok yang hanya 79 Trilyun.

Wajarlah indonesia dipandang sebelah mata oleh masyarakat internasional karena mengorbankan anak bangsanya sendiri larut dalam kecanduan merokok demi para rokok dan para “penggedenya”. Karena kitalah salah satu negara yang belum menandatangani regulasi internasional  tentang rokok. Di negara barat sendiri atau tetangga terdekat dengan kita rokok dijual dengan harga yang sangat tinggi dan tidak dijual secara bebas dan mudah didapat, bahkan mereka mengharuskan bungkus rokok diberi gambar yang mengerikan akibat merokok. Anak anak pun tidak dapat membeli rokok dengan mudah  hanya orang dewasalah yang dapat membelinya. 

Koran Tempo (Jum’at, 13 April 2012) mewartakan eksport rokok kretek dari Indonesia ke Brazil  kemungkinan terhambat karena Brazil akan menerapkan Family  Smoking Prevention and Tobacco Act seperti yang diberlakukan Amerika Serikat dan Australia. Jadi rokok yang di jual disana bungkusnya harus polos dari sebelumnya bergambar buah-buahan seperti stroberi. Gambar ini dinilai terlalu menggoda perokok muda untuk mencoba. Adapun pembatasan rokok di Australia berlaku sejak akhir tahun lalu karena semua bungkus rokok diwajibkan berwarna hijau  zaitun tanpa gambar. Aturannya  bernama Plain Packaging Cigarette Law itu didasarkan pada hasil penelitian yang menyebutkan warna hijau yang paling tidak menarik bagi perokok. Perusahaan rokok hanya diperbolehkan menempelkan merek dengan ukuran yang kecil.  Bagaimana dengan di Indonesia..? 

Bagaimana bangsa kita akan maju karena efek dari kebiasan merokok menjadi  banyak orang yang sakit ( baik perokok aktif maupun perokok pasif). Aliran darah ke otak seret dan membuat ketangkasan berfikir serta kecerdasan berkurang. Bohong besar bila dikatakan rokok menambah ketangkasan dan sumber inspirasi seperti iklan di Televisi. Sedikit contoh adalah bidang olah raga kita yang mendapatkan sponsor terbesar dari perusahaan rokok. Beberapa tahun belakangan ini team bulutangkis kita selalu merosot prestasinya karena tidak ada keberkahan lantaran dibiayai oleh rokok yang menyengsarakaan rakyat. Bisa jadi sistem pernafasan para olah ragawan kita sudah tercemari oleh rokok. Tidak seperti olahragawan dari negara lain yang terproteksi dengan  baik masalah merokok oleh negaranya. Dan dengan miris kita bisa melihat bagaimana sang Garuda di dadaku  harus dibantai sampai 10-0 oleh bahrain, kalah staminanya. Perlu diingat juga rokok adalah sponsor utama dari liga sepak bola di indonesia.

Dulu ketika pembahasan RUU pengendalian tembakau sempat heboh dengan hilang sejumlah pasal (Ayat 2  Pasal 113 UU no 36 Tahun 2009) dalam RUU tersebut bahkan konon melibatkan ketua panja seorang wanita berpredikat dokter dari sebuah partai besar. Kini Alhamdulillah pasal itu telah muncul kembali bahkan RUU ini sudah disahkan menjadi UU Pengendalian Tembakau, bahkan sekarang sedang disusun RPP tentang pengendalian tembakau salah satunya adalah Pictorial Health Warning, yaitu keharusannya menerapkan gambar dampak akibat dari merokok, tawarannya adalah seberapa besar gambar itu dicantumkan dalam bungkus rokok.

Walaupun UU Pengendalian tembakau ini telah disahkan namun amat disayangkan indonesia dalam hal ini pemimpin bangsa, masih belum mau meratifikasi Framework Convention on Tobacco (FCTC). Entah karena tekanan dari para pengusaha rokok atau kucuran dana dari cukai rokok yang begitu besar. Padahal rokok itu memiskinkan para penghisapnya. Affordabilitas atau tingkat kemampuan daya beli masyarakat indonesia untuk rokok sangat tinggi artinya nmudah dijangkau. Rokok adalah pengeluaran tertinggi kedua setelah beras untuk masyarakat miskin indonesia. Anehnya lagi menurut penelitian LD-FE UI masyarakat miskin itu merasa tidak mampu untuk membiayai sekolah anaknya sementara pengeluaran untuk membeli rokok bila ditotal maka cukup untuk membiayai sekolah anaknya. Pembelian rokok menjadi prioritas dari pada pangan bergizi.  Jadi kalau ada BLSM (Bantuan Langsung Sementara ) sebagai pengganti kenaikan BBM sebaiknya sipenerima harusnya tidak boleh merokok..!

Fakta ini sangat kontras dengan sang pemilik pabrik rokoknya. Dua pemilik industri rokok Indonesia bertengger pada urutan no 1 dan no 2 orang terkaya di indonesia. Lebih dahsyat lagi gurita pabrik rokok hanya  dikuasai oleh lima pabrik besar, dua diantaranya adalah Philip Moris (Sampoerna)dan British American Tobacco (Bentoel). Untuk sampoerna mereka mempunyai pabrik yangsangat besar di Cibitung Kabupaten Bekasi  dan kerawang. Produk yang menjadi andalan mereka adalah Djie sam soe (Kretek) dan Marlboro (Rokok Putih).

Saat ini semua mesin produksi rokok terbaru itu dapat membuat 10.000 batang/menit, bila dibandingkan  kecepatan yang rokok buatan tangan, satu bungkus rokok paling cepat diselesaikan dengan waktu 2.5 menit. Jadi kalau di konversikan dengan mesin rokok modern setara dengan 2000 lebih tenaga kerja.

Kabupaten Kudus di jawa tengah yang merupakan sentra industri rokok adalah penerima cukai rokok terbesar di seluruh Indonesia. Dengan penerimaan cukai 25 trilyun lebih. Di sebuah Kabupaten di Jawa Barat yang menjadi tempat keberadaan pabrik rokok mendapatkan jatah 2 miliar lebih pertahun.  Sebagian kecil diantaranya untuk penyuluhan anti rokok. Sementara  biaya iklan  rokok  yang dikeluarkan hampir 2 trilyun lebih pertahun untuk satu perusahaan rokok,  rasanya tidak ada apa apanya uang 2 milyar itu padahal dana yang dikeluarkan untuk Jamkesda saja lebih dari itu.

Saat ini banyak LSM LSM yang sedang berjuang untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya kecanduan merokok. Diantara LSM tersebut yang sudah mendeklarasikan anti rokok antara lain, LDUI,FEUI, Muhamadiyyah.  Kini para aktivis anti tembakau meluncurkan sebuah buku berjudul A Giant Pack of Lies, buku yang menyoroti kedigdayaan industri rokok di indonesia. Buku yang di tulis oleh Mardiyah Chamim, Wahyu Dhyatmika, Farid Gaban dan kawan-kawan sebagai wujud kepedulian mereka untuk mendorong regulasi kebijakan rokok untuk lebih berpihak pada kesehatan publik. Di buku ini tercetus tentang investigasi berbagai pihak yang menguak segala tipu daya yang digunakan oleh industri rokok untuk menarik lebih banyak remaja untuk merokok. Di dunia internasional pun banyak yayasan-yayasan internasional yang anti rokok  membantu mengucurkan dana untuk kampanye anti rokok, seperti Bloomberg Philantropy kepunyaan Bill Gates. 

Selain kampanye secara tertulis maupun gerakan lainnya adapula para relawan yang terjun langsung   untuk menyadarkan dan menghentikan kebiasaan  merokok dengan  berbagai terapy.  Ada banyak methode dan therapy yang digunakan untuk menghentikan kecanduan merokok antara lain dengan obat Champix dan teknik SEFT  (Spritual Emotional Freedom Technique) yaitu teknik pengembangan diri  ekletis yang menggabungkan 14 macam teknis terapi. Termasuk diantaranya adalah kekuatan spiritual untuk mengatasi berbagai macam masalah fisik,emosi pikiran,sikap,motivasi, prilaku dan pengembangan diri. Untuk para perokok teknik SEFT ini sangat  mudah dijalankan hanya 5 menit tanpa efek samping dengan totok dan hypnoterapy. Para relawan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Konselor Rokok bekerja sama dengan Puskesmas bergerak ke desa-desa untuk menerapy para perokok yang ingin berhenti merokok.

Cibitung, 18 April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar