Peserta Kemah Bakti Nusantara |
Bersahabat dengan alam,itulah yang
kami rasakan ketika harus hidup di alam terbuka hutan pegunungan. Apalagi hidup
di alam terbuka itu tanpa bekal makanan. Maka rasa parno akan menghantui kita,
apa yang akan
kita makan dihutan tanpa bekal logistik...?. Menjadi kegelisahan besar buat
kita yang terbiasa hidup serba instan dan gadget ditangan harus menjalani hidup survival di hutan. Inilah sekelumit perjalan kami dalam acara Kemah Bakti Nusantara (Kembara)
PKS Kabuapten Bekasi.
Selepas subuh kami sudah merasa kelaparan
ditengah hutan tropis Gunung Halimun salak. Tak ada nasi uduk plus semur
jengkol atau bubur ayam dan teh manis yang biasa kita dapatkan sarapan pagi
dirumah masing masing, apalagi gemblong makanan kesuakaanku ...!!!!, ini di
hutan...bro...!!!
Akhirnya seorang teman menemukan tumbuhan liar
yang boleh dimakan dihutan menurut arahan dari instruktur. “Begonia” nama Tumbuhan
itu, daun dan akarnya dibuang yang dimakan hanya batangnya, dan rasanya.......uuaseemmmm dan kecut mirip
belimbing wuluh. Walaupun baru melihat dan aneh tapi pagi ini menjadi sarapan
yang mewah buat kami. Agar tak terasa kecut bisa dimakan memakai garam. Ya hanya garam perbekalan yang boleh kami bawa.
Menjelang siang kami berjalan menyusuri hutan punggung gunung
halimun. Kembali rasa lapar menyergap....cacing cacing diperut berontak seperti
marah karena dipaksa untuk memakan begonia yang asam dan kecut.
Camp kedua berhasil kami capai, lantas kita membuat bivak persis dibawa pohon yang
kita yakini itu adalah pohon jambu hutan. Alhamdulillah, kata yang terucap karena kita
mendapatkan makanan untuk mengganjal perut siang ini.
Selesai membuat bivak ketua regu kami dengan
sigap langsung naik keatas pohon jambu hutan seolah olah ingin menunjukkan rasa
tanggung terhadap anggotanya yang kelaparan. Beberapa butir jambu yang agak besar akhir
didapatkan,
masing masing dari kami mendapatkan dua buah jambu hutan.
Jangan bayangkan jambu hutan itu seperti jambu
air yang biasa kita tanam di depan rumah. Kalau dari bentuk memang mirip jambu
air, tapi agak kecil itu yang sudah matang dan berbentuk jambu kalau yang masih
kecil tidak terlihat seperti jambu. Lagi lagi kami merasakan keanehan makanan
ini. Walaupun kecil ternyata daging jambu cukup keras jadi kita harus sedikit
bertenaga ketika menggigitnya dan didalam jambu terdapat cairan yang lebih mirip
lendir,ah…
kami makan juga jambu itu walaupun tidak mengenyangkan. Tinggallah cacing
cacing dalam tubuh ini berontak untuk kesekian kalinya.
Tengah pasrah dengan makanan seadanya dan
kelelahan, tiba tiba seorang teman kami berteriak seolah olah menemukan harta
karun ditengah hutan,
“ Hey, teman teman saya dapat ini, kata
instruktur ini bisa di makan lho,” ujarnya.
Melihat dari bentuknya saja saya sudah tidak
berselera sebuah batang pohon yang ditumbuhi bulu bulu halus mirip bulu monyet.
“itu pohon apa...?, tanyaku
“ini pakis haji kalau kita belah dalamnya bisa
kita makan,”katanya lagi sambil membelah batang pohon itu. Tampaklah daging
batang pohon itu berwarna putih seperti singkong.
“Mau gak..? Ayo makan kayaknya enak nih,” ucap
dia kepadaku yang tampaknya dia juga ragu ragu untuk memakannya. Kenapa pula saya dulu yang disuruh makan
duluan apakah saya harus jadi kelinci percobaan...?.
Akhir dia makan juga batang pakis haji walau dia tampak ragu.
Ekspresi wajah yang datar dan tanpa rasa membuat kami tambah ragu bahwa batang
pakis itu gak enak dimakan. Dia yang mengunyah sepertinya menyadari kalau ada
keragu raguan pada wajah kawan kawannya. “Lumayan akhi untuk ganjal perut, mirip
singkong, kan mengandung karbohidrat bisa untuk bertahan
sampai malamlah,” ujar sang kawan menyakinkan kami agar bisa sama sama
merasakan batang pakis haji.
Dipojok sana, dalam bivak ada teman kami yang
memegang perut karena masuk angin, bisa jadi karena perutnya belum terisi makanan pokok yang biasa dia makan, tanpa ragu menggelengkan
kepala tanda tidak mau dengan makanan itu.
Mendengar kata karbohidrat saya mencoba untuk
memakannya, barangkali bisa menenangkan cacing cacing perut yang berontak,
sepotong batang putih itu masuk melalui kerongkongan tanpa rasa apapun dan
dengan bantuan air minum agar bisa melaju menuju lambung agak seret untuk ditelan.
Aah....rasa cukup sekali saja untuk memakannya,sabarlah wahai cacing lambung
bukan Cuma kau yang menderita
akupun ingin menjerit “gak enaaaaaaakkkk,” tapi biasa
Dunia kembali hening semua merasakan apa yang
akan terjadi pada perut masing masing.
Selang beberapa saat kemudian seorang kawan membawa beberapa sisir
pisang yang didapat
dari perburuannya. Pisang hutan kami menyebutnya karena berbeda dangan pisang
yang biasa kita makan, pisangnya agak kecil kecil dan kebetulan pisang yang
didapat pisang muda masih mentah dan hijau. Agak sedikit anehlah penampakan pisang itu.
“Supaya bisa dimakan kita bakar dulu aja,”
katanya, sambil mengumpulkan ranting dan
daun daun kering untuk dibakar. Melihat bentuk pisang hutan yang lain dari
umumnya kali ini saya tak ingin kenapa PHP (Pemberi Harapan Palsu). Hanya
melihat dari dalam bivak proses pembakaran pisang itu.
Dan ternyata benar juga dugaanku, setelah
bersusah membakar pisangnya sampai ada yang gosong dan setengah matang. Begitu
dia dibuka pisang itu ternyata
tidak ada yang bisa dimakan karena
isinya hanya biji biji pisang yang menghitam sementara pisangnya atau daging
pisangnya tak ada yang ada hanya lapisan putih seperti kapas.
Sang kawan yang sedang kelaparan nampak
terduduk lemas dengan wajah penuh kekecewaan. Dia kembali ke bivak dan
merebahkan tubuhnya sambil memegang perut yang lapar. Hilanglah impian memakan
pisang bakar.....,
Aku yang juga terbaring di bivak ikut
merasakan kesedihan dan berdoa semoga dia tabah menerima kenyataan. Rasa ingin
berteriak kesedihan, “ Aku ingin pindah ke
Meikarta",....eh Bekasi. Sesat suasana hening masing semua terkapar dalam
bivak ada yang tilawah quran ada yang tertidur mungkin juga ada sedang
berhalusinasi.
Ditengah keheningan itu tiba tiba terdengar
suara keok keok ayam dan terikan seorang teman. “Hei..., kawan kawan saya dapat
Ayam hutan nih...!.” Semua terperanjat seakan tak percaya.
Inilah rejeki yang diberikan Allah
kepada hamba hambaNYA yang sabar menahan lapar.
Tanpa rapat komisi pak ketua regu memberi perintah ayo kamu yang potong
dan olah sampai bersih. “Saya yang
siapin bakarannya pak,” jawabku semangat ingin segera makan besar ayam bakar
hutan.
Langsung kubakar
kembali sisa sisa pembakaran pisan dengan menambah daun dan ranting ranting
pohon yang kering, kemudian mengipas ngipas agar cepat menjadi bara dan cepat
pula makan ayam bakar hutan.
Ketika sedang
menikmati pembakaran api tiba tiba……..daaarrr….daarr…….daaaarrr………, suara
petasan ditengah gunung menggema, itu merupakan tanda dari panitia untuk segera
mergerak meninggalkan camp itu melanjutkan perjalan.
Aku terkaget kaget dan
beristigfar sambil melihat sisa sisa pembakaran pisang yang sudah padam dan tak
berasap. Oh….ternyata ayam bakar hutan itu cuma halusinasiku…hiks….hiks…hiks…,
OH AYAM BAKAR HUTAN…….. )-: …….. CUMI ( Cuma Mimpi) di siang bolong.
Cidahu Sukabumi, 16
September 2017
By: SahabatBaik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar