Selasa, 24 Oktober 2017

Mari Mendongeng Untuk Anak Anak Kita

Film Kartun pada zaman dahulu kala


Mendongeng adalah salah satu cara mendidik anak dengan menyisipkan cerita atau pesan yang baik dan bermoral. Pesan melalui dongeng ini sangat efektif di sampaikan kepada anak anak.

Sebab, sebuah dongeng atau cerita bisa merangkum berbagai fungsi yaitu sebagai penyampai pesan dan nilai, penambah pengetahuan dan pengalaman batin, serta membantu proses identifikasi diri dan perbuatan anak.

Menurut hasil riset dari para pakar psikologis ada korelasi positif dimana metode StoryTelling/bercerita dapat mempengaruhi kejiwaan manusia dan paradigma berpikir. Hal tersebut menyangkut usia balita, anak-anak sampai orang tua.

Bahkan dongeng juga tidak hanya menjadi kesenangan anak anak saja, orang dewasapun menyenanginya.
Saya ingat ketika saya masih sekolah sekitar tahun 80 an dan tinggal dikampung wilayah periangan (Jawa Barat).

Kala itu radio menjadi sebuah hiburan satu satunya, sebelum TV swasta menjamur. Cerita dongeng di Radio yang menggunakan bahasa sunda menjadi trensetter berikut judul dan nama pendongengnya.

Ibarat sinetron atau FTV yang mewabah saat ini yang kemudian menjadi gaya hidup dan pembicaraan anak anak dan ibu ibu,demikian pula saat itu. Bedanya dongeng jaman itu kental nuansa budayanya dan cerita khas daerah walaupun ceritanya fiksi, dibanding sinetron saat ini yang lebih cendrung jauh dari moral dan merusak budaya.



Hingga ditataran pasundan dongeng menjadi sebuah kebudayaan yang melekat di masyarakat. Mungkin juga dongeng ada dihampir semua suku bangsa di Indonesia. Karena setiap daerah punya cerita atau dongeng menurut versi daerahnya masing masing. Mungkin bisa disimpulkan bahwa mendongeng adalah bagian dari budaya indonesia.

Dulu saat kita kanak kanak ketika kita bekunjung kerumah kakek dan nenek maka salah salah satu yang kita tunggu dari mereka adalah dongeng atau cerita tentang kisah macam macam, baik tentang orang maupun kisah tentang cerita hewan atau bahasa sekarang  fabel.

Orang tua kita dulu (Kakek dan nenek), mereka masih berbudaya tutur secara lisan maka tidak aneh ketika mereka bercerita serasa nyata dan natural,serta dengan mimik yang menjiwai. Kita pun akan terbuai mendengarnya sampai tertidur.

Bagaimana dengan saat ini. Secara alamiah anak anak pasti senang ketika kita mendongeng dan bercerita. Namun di era teknologi visual kisah tutur berlisan ini hampir terkalahkan dengan teknologi visual.

Bahkan cerita bertutur sekarang diambil alih oleh teknologi itu. Adalah  film kartun “Jaman Dahulu kala” yang muncul di televisi kini memvisualkan cerita dongeng tersebut.

Ketika saya mencoba mendongeng kepada sepasang anak kembar saya sebelum mereka tidur, tiba tiba keduanya protes,

“ Abi itu mah udah, di film jaman dahulu kala,”

Akhirnya saya coba ganti cerita lain, merekapun berkomentar kembali meneruskan ceritanya seolah olah mereka tahu, dan ternyata mereka sudah tahu dari film yang sama.

Namun Alhamdulillah walaupun cerita dongeng sudah diambil alih oleh televisi. Anak tetap antusias ketika mendengarkan dongeng. Hal ini saya lihat ketika sekolah Paud mereka melaksanakan haflah mengundang seorang pendongeng, Kak moel namanya.

Seketika sang pendongeng itu dipanggil diatas panggung anak anak antusias berlarian duduk mendekati panggung. Dongeng masih menjadi favorit anak anak.

Di Inggris pernah dilakukan sebuah survei kepada anak usia 3 - 8 Tahun, hasilnya hampir ⅔ anak menginginkan orang tuanya meluangkan waktu membacakan cerita sebelum mereka tidur.

Bahkan ada seorang penulis buku anak anak Laura Numeroff mengatakan dengan membacakan cerita atau mendongeng selama 20 menit saja, tingkat kecerdasan anak dalam membaca dan menulis kreatif akan naik secara signifikan. “Nilai 20 menit storytelling itu setara dengan sekurang-kurangnya 10 hari belajar di sekolah,” tambah Laura

Tinggal bagaimana kita mengemas cerita itu menjadi lebih menarik atau kekinian, sehingga tradisi bertutur kembali dirasakan oleh anak anak kita.

Kalau tips saya ketika mendongeng kepada anak setelah mengetahui bahwa cerita cerita fabel dan tradisional sudah diambil alih oleh film animasi di TV. Saya mencoba mendongeng kisah masa kecil yang menarik dan memposisikan diri sebagai orang ketiga dalam dongeng tersebut, ya mirip mirip cerita dalam tetralogi laskar pelangi. Menceritakan masih kecil penulis dengan bumbu fiksi karena konon tokoh lintang yang cerdas adalah fiktif, wallahu alam.


Kartika Wanasari, 24 Oktober 2017

By : Sahabatbaik
Seorang bapak dari sepasang anak kembar rasyid dan rasyad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar